Sisi Lain Indonesiaku

gambar: detik.com

Bagi warga di Kecamatan Tripa Makmur, Kabupaten Nagan Raya, NAD, kebun kelapa sawit seakan menjadi dilema yang mendera. Delapan perusahaan sawit aktif telah mengubah sekitar 90 ribu hektar area hutan menjadi perkebunan sawit. Sulit memang. Satu sisi, para warga menggantungkan nasib perekonomiannya pada perusahaan dengan menjadi buruh tani. Sementara masalah baru muncul beriringan.



 Setiap hari masyarakat bekerja mengurus kebun dengan gaji 35 ribu
sampai 50 ribu. Besar gaji ini masih bertahan sejak dahulu tanpa ada kenaikan yang dinanti. Tanpa ada tunjangan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang memadai. Padahal pengalihfungsian lahan secar besar-besaran ini menjadikan harga bahan makanan tinggi, apalagi Daerah Tripa Makmur sulit dijangkau dari pusat kota. Dahulu masyarakat bisa menemukan sayur mayur, palawija, buah-buahan dengan mudah, secara mereka masih mempunyai lahan untuk menanam. Sekarang sulit. Pun dalam hal properti. Masyarakat kesulitan membangun rumah karena semakin langkanya kayu.

Tak sampai di situ saja, perkebunan sawit juga berdampak besar bagi lingkungan. Pencemaran air sungai menyebabkan sulitnya ikan bertahan hidup

. Para nelayan paling mentok hanya memperoleh 2 kg ikan setiap harinya. Air sumur berubah tercemar, lengket, mengeluarkan bau busuk, tak layak konsumsi. Menurut catatan badan perizinan, perusahaan sawit ini akan habis masa izinnya pada tahun 2043 nanti.
Itu artinya masyarakat baru akan merasakan kebebasan alam 27 tahun mendatang. Ini jika alam tak terlanjur hancur.



Kondisi ini amat membingungkan. Di saat sawit menjadi komoditas unggulan untuk income kas negara, namun ini mengharuskan rakyat sebagai tumbal. Perlu ketegasan dan solusi terbaik dalam kasus ini, agar kebaikan mampu menyentuh masyarakat, alam, dan Indonesia.
.
.
*Ulasan tayangan INDONESIAKU di Trans7

Share :