Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Lapak 'Sharing' Sorang Santri Indonesia di Maroko
in feeds

Kartini (Ulasan Film)

gambar: bintang.com

Berbicara soal gender, perempuan zaman dahulu harus menjalani kehidupan yang amat berat. Perempuan tak punya kebebasan untuk hidup, sekolah tinggi, berbuat banyak, kehidupan mereka seakan hanya untuk didedikasikan untuk lelakinya kelak. Bahkan untuk menjadi istri kedua, ketiga, dan seterusnya.

Hal ini sekan sudah menjadi tradisi, termasuk kalangan keluarga ningrat sekalipun. Ibu kandung Kartini, Ngasirah, meskipun istri seorang bupati namun ia tetap tidak diberlakukan sebagaimana mestinya. Karena ia bukan merupakan krturunan keluarga darah biru. Bahkan anak kandungnya sendiri harus memanggilnya ‘yu’_panggilan majikan terhadap pembantunya.



 Adapun yang menjadi permaisuri atau Ndoro Ayu adalah istri ningrat yang berasal dari keturunan bangsawan. Kartini bersama saudari-saudarinya juga harus melakoni tradisi pingitan sebelum menjadi Raden Ayu untuk kemudian dinikahi seorang pria. Sejak menstruasi perempuan memang tidak diperbolehkan keluar rumah. Mereka disediakan ruangan khusus. Tak bisa bebas menikmati kehidupan, bahkan pendidikan.

Kartini, sebagai putri bangsawan sekaligus sebagai korban ganasnya tradisi. Ia tentu prihatin dengan kondisi diri dan orang-orang di sekitarnya, terutama rakyat miskin.

Namun dengan ketekunan dan ambisinya, ia berhasil membujuk ayahnya untuk sedikit demi sedikit melakukan aksi positif. Diperbolehkan bergaul dan belajar dari orang belanda, serta mengajarkannya kepada penduduk sekitar. Ia juga berusaha untuk memberikan pemahaman kepada saudari-saudarinya tentang pentingnya kebebasan dan kesetaraan gender. Bahwa wanita juga berhak mendapatkan pendidikan dan mengejar cita-cita, bukan sekedar menjadi perempuannya lelaki, apalagi perempuan ke sekian.

Cita-cita Kartini hampir saja tercapai. Ia mengajukan beasiswa pendidikan ke Belanda dan Ayahnya turut mendukung. Namun hasutan dan himpitan dari ibu tiri, keluarga dan saudara-saudaranya terus digencarkan. Mereka mengkhawatirkan merusak tatanan adat istiadat dan tradisi yang ada.

Akhirnya Kartini dijodohkan dengan seorang bupati asal Rembang. Meski dengan berat hati ia tetap menerimanya dengan mengajukan beberapa syarat.diantaranya adalah, calon suami harus mendukung dan mendirikan sekolah untuk pendidikan perempuan dan warga miskin. Kemudian Ibu Ngasirah harus diperbolehkan tinggal di kompleks kerajaan, bukan kompleks pembantu.




Pernikahan itu benar terjadi dan calon suami menyanggupi semua syarat yang diajukan. Kebetulan itu merupakan salah satu misinya menikahi Kartini sebagai wasiat dari mendiang istrinya.

Berikut ini keterangan tentang film;
Judul           : Kartini
Genre          : Drama, Sejarah, Indonesia
Rilis             : April 2017
Sutradara   : Hanung Bramantyo
Pemain        : Dian Satro Wardoyo, Cristine Hakim, Acha Septriasa, Ayushinta, Adinia Wirasati




Post a Comment for "Kartini (Ulasan Film)"

[ klik disini 1X ] [ close ]